Pertemuan 5
menteri pendidikan negara-negara anggota APEC di Gyeongju, Korea Selatan, Senin
(21/5), membahas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk
mempercepat peningkatan mutu pendidikan (Kompas,
22 Mei 2012) menarik untuk dicermati. Pembahasan itu terkait erat dengan apa
yang disebut sebagai smart school.
Sebuah pembelajaran yang menerapkan kecanggihan teknologi informasi utamanya di
daerah terpencil.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah daerah terpencil dan pedalaman di Indonesia sampai kini masih memprihatinkan. Bukan saja sarananya sangat minim dan tidak memadai, tetapi juga kondisi geografi wilayahnya cukup rumit ditembus sarana transportasi. Bahkan siswa harus jalan kaki melewati sungai, pegunungan, untuk sampai ke sekolah. Selain itu, banyak sekolah yang kekurangan tenaga pengajar.
Jika melihat
kondisi tersebut, harus ada solusi alernatif agar mutu pendidikan di daerah
terpencil bisa ditingkatkan. Salah satunya yaitu konsep pembelajaran smartschool. Pembelajaran yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Pembelajaran yang tidak selalu dalam situasi formal. Yakni siswa
tidak selalu bertatap muka dengan guru di kelas. Materi ajar sudah disediakan
dalam perangkat teknologi dengan mengambil materi disekitar lingkungan siswa.
Salah satu
bentuk konsep smart school yaitu pembelajaran yang khusus memanfaatkan
perangkat dan teknologi komunikasi bergerak atau yang biasa disebut mobile learning (m-learning). Pembelajaran
mobile itu merujuk pada penggunaan handphone
(HP) sebagai media pembelajaran. Di dalam handphone telah disediakan konten
atau aplikasi yang memuat materi ajar. Seperti layaknya modul, materi ajar menekankan
penyajian informasi secara singkat disertai dengan latihan-latihan soal maupun
tes untuk mengukur ketercapaian kompetensi program.
Tujuan dari pengembangan mobile learning
sendiri adalah proses belajar sepanjang waktu (long life learning), siswa
bisa lebih aktif dalam proses pembelajaran, menghemat waktu karena apabila
diterapkan dalam proses belajar maka siswa tidak perlu harus hadir di kelas. Cukup
berinteraksi melalui aplikasi pada telepon genggam.
Memutus Kendala
Tersedia materi ajar dalam bentuk konten/aplikasi di
HP mempermudah siswa untuk mengaksesnya kapanpun dan dimanapun. Belajar tidak
lagi membutuhkan ruang kelas, Karena fleksibilitas HP yang mudah dibawa
kemana-mana. Inilah yang dapat memutus kendala kondisi geografi di daerah
terpencil.
Selain itu, mobile
learning bisa memutus kendala kekurangan guru. Materi ajar di desain
mewakili guru karena materi merupakan hasil pemikiran guru. Materi ajar sudah dikemas
dalam bentuk yang interaktif dan komunikatif. Materi diambilkan dari lingkungan
sekitar siswa. Sehingga siswa bisa mengkonstruk informasi sendiri. Yang harus
dilakukan siswa adalah strategi belajar yang efektif. Siswa belajar dengan
inisiatif sendiri dengan atau tanpa bantuan orang lain. Siswa harus menyiasati
diri sendiri untuk berdisiplin melaksanakan jadwal yang telah dibuat. Siswa
dapat merencanakan sejumlah waktu untuk dipakai membaca materi, latihan, dan
mengerjakan tugas. Apabila siswa menemukan kesulitan memahami materi, maka tinggal
menstransformasikan pesan ke handphone guru. Sehingga dimanapun posisi guru masih bisa berinteraksi dalam
proses belajar mengajar.
Potensi
Perkembangan
sangat cepat, baik dalam hal jaringan maupun peralatan, telah menyebabkan handphone
melaju dengan akselerasi yang menakjubkan. Tak heran bila kemudian pengguna handphone
saat ini sangat mudah ditemui, bahkan di pelosok paling pedalaman sekali pun.
Begitu juga pengembangan konten handphone mulai bergerak di bidang edukasi. Hal
ini mengindikasikan adanya kenyataan mobile
learning sebagai sebuah kecenderungan baru dalam belajar.
Fakta
yang mendorong mobile learning bisa
menjangkau sekolah daerah terpencil yaitu Kemenkominfo sedang melaksanakan program
desa dering di seluruh Indonesia. Program
ini berupa penyediaan internet dan perangkat telepon di pusat kegiatan di
tingkat desa seperti, sekolah dan Puskesmas. Dengan begitu, program ini bisa
dibilang sangat cocok bila diintegrasikan dengan mobile learning. Pasalnya, siswa pun berhak mengoperasikan layanan
ini minimal delapan jam sehari dan dapat digunakan diluar jam dimaksud dalam
kondisi darurat.
Disisi
lain, kini operator seluler berlomba-lomba memberikan tanggung jawab sosial
kepada masyarakat. Sudah seharusnya operator mempunyai kepedulian untuk
pendidikan sekolah. Operator bisa menyediakan konten-konten pembelajaran
berbasis mobile yang bisa diakses
secara mudah oleh guru dan siswa. Sekaligus memberikan pelatihan pengoperasian
konten pembelajaran tersebut kepada guru dan siswa. Dengan begitu, selain tanggung jawab
sosialnya terpenuhi, operator seluler juga bisa memperluas layanan
telekomunikasinya jauh di pelosok
desa.
Potensi
lain adalah dari pihak pendidik
di daerah terpencil umunya masih tergerak pada cita-cita mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk guru-guru di daerah, keinginan majunya sangat kuat. Mereka sadar
bahwa mereka kurang, mereka ingin memperbaiki diri. Mereka para pendidik
yang tangguh dan mempunyai motivasi tinggi. Motivasi untuk sukses mendidik dan
membina mental siswa menjadi manusia seutuhnya. Motivasi ini sebagai modal
utama untuk selalu terbuka dan inovatif terhadap perkembangan teknologi.
Sedangkan
dari pihak siswa, semangat anak-anak di pelosok tanah air untuk berskolah tak
kunjung padam. Jembatan rusak menantang maut pun siap mereka hadapi. Para siswa
harus menyambung nyawa sekadar untuk meraih ilmu. Siswa-siswa itu punya
keinginan kuat untuk maju, mereka ingin sepintar anak-anak lain dari pulau
Jawa. Mereka juga sangat rajin belajar. Oleh karena itu, tepat bila mobile learning diterapkan. Ini akan
sangat membantu perjuangan anak-anak pelosok. Kalau mereka difasilitasi dengan
layak, mereka akan berprestasi luar biasa.
Akhirnya,
bukan tidak mungkin smart school bisa
diterapkan di daerah terpencil. Jika bisa, kenapa tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar