Halaman

Minggu, 30 September 2012

Media Indonesia - Sekolah Kini Tidak Ajarkan Nilai Nilai Budaya

Media Indonesia - Sekolah Kini Tidak Ajarkan Nilai Nilai Budaya

Budayakan Pakai Ulang Kantong Plastik Bekas



http://pelestaribudaya.blogspot.com/2012/09/budayakanpakai-ulang-kantong-plastik.html

Terlalu banyak mengkonsumsi kantong plastik mengakibatkan jumlah sampah plastik menjadi banyak. Kita tahu bahwa sampah kantong plastik dapat mencemari tanah, air, laut, bahkan udara. Namun, kita tak mungkin pula hidup 100% tanpa plastik. Cara sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan memakai ulang kantong plastik. Memakai kembali kantong plastik yang sudah tidak terpakai untuk fungsi yang sama atau berbeda. Tapi kantong plastik tersebut tentu dibersihkan terlebih dahulu. Misalnya, memakai plastik bekas untuk tempat belanja. Karena setiap belanja kita tak lepas memakai plastik dalam jumlah banyak. Jadi usahakan membawa persedian kantong plastik bekas. Jika penjual memberikan tas plastik, kita bisa menolak dengan santun. Kita juga wajib memberi penjelasan penolakan itu. Dengan harapan mereka akan melakukan hal yang sama. Yakni, mengurangi pemakaian kantong plastik yang berlebihan.
Dengan memakai ulang berarti kita menghemat sumber daya alam. Karena kantong plastik itu terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Salah satu sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Untuk itu, pemakaiannya perlu dihemat agar tetap terjaga kelestariannya. Sehingga keseimbangan alam tak terganggu. Dan kebutuhan manusia akan sumber daya alam bisa terus terpenuhi.
Selain itu, ini sebagai upaya mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh plastik itu sendiri. Coba bayangkan jika setiap orang bisa mengurangi pencemaran plastik secara bersama-sama. Pasti bumi ini akan tetap lestari. Kesempatan hidup makhluk-makhluk hidup di bumi bisa lebih panjang. Serta bisa menyehatkan untuk dihuni generasi yang akan datang. Untuk itu, mari segera kita budayakan pemakaian ulang kantong plastik. Jangan lupa, tularkan pula pada anak-anak kita. 

Sabtu, 29 September 2012

Jaran Kepang dan Pengamen Jalanan


Sesuai namanya, Jaran Kepang artinya kuda-kudaan dari kepangan bambu. Dalam pertunjukkan penari bakal terus menunggang kuda tersebut dan bertingkah seolah-olah si jaran kepang hidup. Awalnya semua menari teratur dan bergoyang seperti kuda mengikuti ritme musik. Setelah beberapa saat, mendadak penari  kesurupan dan mulai seperti kerasukan kuda. Mereka berlari, melompat, dan berperilaku sama dengan kuda. Begitulah singkat cerita kesenian ini.
http://pelestaribudaya.blogspot.com/2012/09/jaran-kepang-dan-pengamen-jalanan.html
Sekarang kesenian jaran kepang tak nampak rupa sebagai hiburan rakyat lagi. Dengar-dengar banyak grup kesenian jaran kepang terpaksa bubar. Ya mau gimana lagi, wong tidak ada yang mau nanggap kesenian ini. Dan tongkat estafet itu kemudian di pegang pengamen jalanan. Mereka yang masih cinta dengan kesenian ini kerap memainkan jaran kepang sebagai lahan mencari uang. Tak jarang aksinya ini hanya bisa memperoleh imbalan uang recehan. Siapa yang mau peduli “pengamen”. Sungguh tragis nasib keduanya. Jaran kepang dan pengamen jalanan.
Saya sendiri berpendapat bahwa pengamen tersebut pantas disebut pahlawan. Mengapa? Mereka telah memperjuangkan kesenian khas asli Indonesia yang terseok-seok mencari penghidupan di negerinya sendiri. Karena seharusnya kesenian tersebut muncul dan tercipta sebab kerinduan akan penghiburan dari warga masyarakat, bukan untuk mencari uang. Coba kita merenung sejenak. Mengapa Malaysia berkali-kali mengakui budaya kita sebagai budayanya? Itu akibat kita lalai merawat budaya sendiri. Masih untung ada pengamen yang bersedia merawat dan terus membangun memori kolektif akan kesenian tersebut. Patutnya kita berterima kasih kepada mereka.
Saya juga berharap pemerintah mau turun tangan dalam hal ini. Setidaknya ada penghargaan kepada pengamen jalanan tersebut. Itu harga yang pantas mereka dapatkan karena telah mendedikasikan seni sebagai jalan hidupnya.