Halaman

Rabu, 10 Oktober 2012

Menanti Nasib Bahasa Daerah


Mata pelajaran Bahasa Daerah bisa tersisih pada revisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sedang dikebut pemerintah saat ini. Pasalnya, pemerintah akan menetapkan tujuh mata pelajaran yang boleh diajarkan di jenjang Sekolah Dasar. Yakni, Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Pendidikan Jasmani atau Olahraga, Pendidikan Seni, Ilmu Pengetahuan (masih rencana dari gabungan IPA dan IPS).
Hal tersebut ramai diperbincangkan oleh Forum Guru di jejaring sosial Facebook. Bukankah di Sekolah Dasar Bahasa Daerah tak bisa lepas dari mata pelajaran yang lain. Ibarat dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Mengapa? Bahasa daerah bisa dipakai sebagai bahasa pengantar untuk mata pelajaran lain. Ketika siswa kesulitan memahami Bahasa Indonesia karena keterbatasan kosa kata, guru menggunakan bahasa daerah untuk membantu menjelaskan materi yang sulit dipahami siswa. Sehingga disamping memperoleh pengetahuan umum, anak juga dilatih terampil dengan bahasa etniknya.
Jika sejak dini dilatih lebih banyak menggunakan Bahasa Daerah. Maka, pada diri anak akan melekat kebiasaan yang baik dalam mensikapi bahasa daerahnya. Anak akan tetap pede atau percaya diri berbahasa daerah di komunitasnya tanpa mengabaikan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk berkomunikasi dengan orang dari lain daerah.
Kini tantangan terberat kaum pendidik yakni melestarikan Bahasa Daerah yang makin ditinggalkan kaum muda. Muncul fenomena anak usia SMP dan SMA sudah mulai enggan memakai bahasa daerah. Salah satu alasan keengganan itu karena minimnya pelajaran tentang bahasa daerah. Buku tidak ada, dukungan lingkungan juga kurang. Apakah ini bukan permasalahan? Apabila dibiarkan sangat mungkin 700-an bahasa daerah kita suatu saat akan punah. Untuk itu kita berharap pemerintah tetap mempertimbangkan Bahasa Daerah dalam revisi kurikulum tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar